JAKARTA - Siapa yang tidak mengalami ketakutan? Tentu setiap jiwa memiliki sisi ketakutan.
"Iwan ndak takut hantu, Bu. Iwan takut miskin," ujar Iwan Setyawan kecil, dalam film 9 Summers 10 Autumn.
Seiring waktu bertumbuh, Iwan yang punya panggilan kecil Bayek ini kian yakin ketakutannya itu tidak bakal menjadi kenyataan. Terlahir dari keluarga sederhana di kota Apel, Batu, Jawa Timur, semangat melenyapkan ketakutannya pada kemiskinan menggebu. Bayek sadar, meraih pendidikan tertinggi kuncinya.
Tengok saja lintasan-lintasan peristiwa hidup Bayek mulai kelahirannya medio tahun 1974. Pertama kali masuk bangku sekolah dasar, dia merasakan mulai merasakan kerasnya tempaan sosial. Belum lagi didikan sang ayah menjadi tekanan psikologis terhadap jiwanya yang didominasi didikan ibunya.
Sang ayah ingin Bayek sebagai anak lelaki tunggal di antara empat saudarinya meneruskan profesinya sebagai sopir angkot. Ibunya justru melihat anaknya mempunyai kecerdasan lebih. Betul nyatanya, Bayek memang selalu menjadi bintang kelas. Hingga tiba masa kelulusan, dia dinyatakan diterima di Institut Pertanian Bogor tanpa tes.
Konflik bergulir memenuhi keluarga kecil ini. Peran Ayah yang ditandangi aktor gaek Alex Komang mampu menghidupkan karakter kuat seorang ayah yang ingin mengkopikan dirinya pada si anak. Sosok ibu yang diperankan Dewi Irawan pun meski cenderung stabil, tapi mampu menyeimbangkan ketegangan dengan rasa hangat kekeluargaan.
Bahkan Bayek yang diperankan Ihsan Taroreh sampai terkesan hanya hadir sebagai pemanis. Tidak ada gejolak berarti yang seharusnya menjadi cermin bagi penonton untuk menyimak karakter Iwan Setyawan dalam dunia nyata. Datar, bahkan saat meraih kesuksesan demi kesuksesan, ekspresi dan dialog Ihsan tidak cukup warna.
Justru sang sutradara Ifa Isfansyah mampu membidik segala detail masa lalu Iwan hingga tingkat celetukan-celetukan khas daerah. Kejelian Ifa pada detail terlihat pula dalam pilihan memasukkan kembali tokoh Bayek kala SD sebagai refleksi bayang-bayang trauma masa kecil yang penuh tekanan batin.
Pun di akhir film, kesenduan tadi dibayar damai dengan adegan Bayek yang menawarkan untuk menyopiri mobil ayahnya. Binar mata Ayah sekaligus menandai akhir konflik film. Anak lelakinya kini menuruti kemauannya.
Lontaran-lontaran penuh semangat pun sarat diselipkan oleh penulis skenario Fajar Nugros. Tak lupa, Iwan dan Ifa juga turut campur tangan penuh di penulisan skenarionya.
"Saat melihat film ini saya nangis setengah jam. Film ini bikin saya nggak bisa tidur. Semua prosesnya saya ikuti. Saya mau lima sampai sepuluh tahun lagi tidak malu. Saya bangga banget karena ini museum bagi keluarga saya," ujar Iwan Setyawan, yang hadir dalam peluncuran film 9 Summers 10 Autumn di Blitz Megaplex.
Dia menyadari, setelah 10 tahun di sukses di New York, memang hidupnya terbukti lebih bermakna di Indonesia. Lantaran dia bisa berbagi cerita bahwa kesuksesan bukanlah berasal dari modal kesempurnaan.
"This is not my story, but it's our story. Saya yakin setelah Anda nonton film ini, bawa kehangatannya di tengah keluarga," ungkan mantan Director Internal Client Management Nielsen Consumer Research New York ini.
Intinya, film ini sarat pemain yang bisa meleburkan semua formula masa lalu untuk dihadirkan kembali menjadi kisah inspiratif. Sang sutradara, Ifa Isfansyah mengaku sangat puas dengan hasil kerja tim dalam pembuatan film produksi Angka Fortuna Sinema ini.
"Orang sukses banyak di Indonesia, tapi idealnya kita lihat apa yang mereka lakukan. Iwan Setyawan berani bercerita tentang kisah dan dirinya sendiri. Bahasa sehari-hari dan tokohnya masih hidup. Saya sangat puas pada hasilnya," ungkap Ifa.
Memang awalnya, sutradara terbaik Festival Film Indonesia 2011 ini sangat tertarik memfilmkan novel Iwan yang berjudul sama ini karena penuh nilai-nilai sosial yang menggambarkan kondisi mayoritas keluarga di Indonesia. Bahkan tahun depan, Ifa berniat mendaftarkan film ini di berbagai festival film internasional.
Skenario yang sederhana disertai ungkapan-ungkapan berfilosofi Jawa sangat kuat mewarnai plot 9 Summers 10 Autumn ini. Semuanya mengalir natural menceritakan perjalanan hidup seorang anak sopir angkot hingga akhirnya meraih sukses di Amerika Serikat.
Konsepnya kuat menggambarkan mimpi untuk membentuk keluarga yang penuh dengan cinta dan kebersamaan. "Lewat film ini diharapkan akan tumbuh suatu gerakan untuk menularkan nilai-nilai keluarga kepada masyarakat Indonesia," jelas Ifa.
Pengambilan gambar yang dilakukan di empat kota, mulai dari Batu, Malang, Bogor, Jakarta, hingga ke New York, Amerika Serikat makan waktu hampir dua tahun. Penayangan perdana di jejaring bioskop awal Mei mendatang.
1 comments:
ION-QQ POKER
kami dari agen poker terpercaya tahun ini
Hanya dengan deposit dan withdraw 20.000 anda sudah dapat berrmain .. di sini kami menyediakan 4 permainan : bandar poker , play bandarQ , play domino99 dan play poker ..
tunggu apalagi gan ayo segera daftar kan diri anda dan menangkan ratusan juta rupiah | PIN BB : 58ab14f5
Post a Comment