Thursday, April 4, 2013

Lola Amaria Sambut Hari Buruh dengan Kisah Tiga Titik

Lola Amaria Sambut Hari Buruh dengan Kisah Tiga TitikJAKARTA- Sukses menggarap film Minggu Pagi di Victoria Park, Lola Amaria kembali mengangkat film tentang kehidupan buruh. Kali ini, Lola membuat film berjudul Kisah Tiga Titik.

Dalam film yang akan tayang pada 2 Mei 2013 ini, Lola menjadi pemain sekaligus produser. Karena mengangkat tentang buruh, Lola sengaja memilih waktu tayang berdekatan dengan Hari Buruh Sedunia yang biasa diperingati setiap tanggal 1 Mei.

"Kebetulan saya lagi bikin film judulnya Kisah Tiga Titik. Filmnya akan keluar di 2 Mei bertepatan dengan Hari Buruh, dan filmnya juga tentang buruh," ujar Lola saat dtemui di kawasan Blok M, Jakarta.

Kisah Tiga Titik menceritakan tentang tiga orang buruh yang memiliki perjuangan sendiri-sendiri sebagai klas pekerja. Tiga perempuan itu diperankan oleh Lola, Ririk Ekawati dan Maryam Supraba yang merupakan anak dari sastrawan legendaris WS Rendra.

"Ini menceritakan tentang tiga perempuan yang namanya Titik Janda (Ririn Ekawati), Titik Manajer (Lola Amaria), dan Titik Tomboy (Maryam Supraba). Ketiga perempuan ini adalah perempuan-perempuan yang kuat. Untuk haknya mereka memperjuangkan sekali. Tiga Titik ini enggak pernah akan ketemu di satu titik. Sekali pun ketemu di warung tapi tidak saling kenal. Ini bukan omnibus, ini film panjang. Jadi ada tiga karakter yang ketiga-tiganya di role yang sama," jelasnya.

Meski sudah beberapa kali mengangkat film bertema perburuhan, Lola menolak dianggap coba membela kepentingan buruh atau pengusaha. Lola hanya coba menangkap gejala dan fenomena sosial yang memang benar-benar terjadi di masyarakat.

"Di zaman 2012 itu banyak demo-demo, demo buruh outsourcing, upah layak, semua didemoin sampai bikin macet, pusing kepala. Itu yang melatarbelakangi kami bikin ide cerita tentang buruh Ini bukan dokumenter, ini bukan penyuluhan. Ini film drama, kami enggak membela siapa pun, enggak membela buruh, enggak mau bela pengusaha, enggak bela pemerintah. Begitu pula sebaliknya," paparnya.

Namun, karena bukan film dokumenter, Lola tentu memasukkan unsur-unsur drama di film yang mengambil lokasi syuting di pabrik-pabrik Jakarta dan Cibinong itu. Lola hanya ingin menyampaikan jika masalah perburuhan di Indonesia akan bisa terselesaikan jika sistem yang ada dirancang untuk kepentingan semua pihak.

"Jadi kami menceritakan manusianya, bahwa buruh, pengusaha, pemerintah, butuh hidup, butuh jatuh cinta, butuh hura-hura, butuh makan. Masalah-masalah ini pada akhirnya harus ditemukan di satu titik kalau sistemnya mau benar antara buruh, pengusaha, dan pemerintah. Kalau tiga sisi ini enggak bersatu, maka masalahnya enggak akan selesai. Tentang hak, tentang kewajiban, apa pun lah," pungkasnya.

0 comments:

Post a Comment