Tuesday, March 5, 2013

Ini 12 Pelanggaran BNN terhadap Raffi Ahmad

Ini 12 Pelanggaran BNN terhadap Raffi AhmadJAKARTA - Sidang gugatan praperadilan Raffi Ahmad terhadap Badan Narkotika Nasional (BNN) digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, hari ini. Dalam sidang, pihak Raffi membeberkan adanya pelanggaran yang dilakukan BNN.

Adapun ke 12 pelanggaran tersebut diutarakan kuasa hukum Raffi Ahmad, Hotma Sitompul, yakni:

- Tidak sahnya penangkapan, 27 Januari telah dilakukan penangkapan yang diperpanjang surat perintah perpanjangan penangkapan. Penangkapan yang dilakukan tanpa didukung bukti permulaan seperti diatur KUHP.

- Maksud bukti. Apabila "cukup bukti". Perintah penahanan seharusnya dilakukan pada tindak pidana berat sesuai "bukti permulaan" (ini yang digarisbawahi). Penyidik tidak menghentikan penyidikannya. Tentang penyidikan, bukti pemula adalah bukti laporan polisi. Yang dimaksud laporan polisi adalah yang dibuat petugas Polri atas suatu peristiwa.

- Pemohon ditangkap tanpa bukti permulaan yang cukup, (tidak ada laporan polisi dan lainnya).

- Termohon soal penyediaan rumah telah menemukan dua linting ganja. Tidak ditemukan alat bukti yang cukup untuk pasal 111,112, 127.

- Tidak ditemukan kandungan ganja dalam diri pemohon. Tidak melakukan sidik jari terhadap dua linting ganja untuk kuatkan sangkaan. Pemohon sama sekali tidak merokok, apalagi isap ganja. Apalagi di malam itu ada 13 orang lain yang ditangkap. Jadi sangat tidak beralasan cuma pemohon yang dikenakan barang bukti dua linting ganja.

- Bukti itu harus berupa laporan polisi, dan alat bukti yang sah. Tidak dipenuhi, karena enggak ada laporan polisi dan enggak ada alat bukti apapun.

- Alat bukti tidak sesuai. Dengan alasan, ketentuan umum pasal 1 bahwa narkotika adalah tanaman atau bukan tanaman baik sintetis atau bukan. Penyebutan pasal menganut pengertian narkotik golongan 1 telah diatur. 14 butir metilon tidak dapat dikategorikan narkotika karena tidak tercantum dalam UU antinarkotik, tidak sebagai golongan 1. Sampai saat ini belum ada satu pun ketentuan perundang-undangan bahwa metilon adalah narkotika. Jadi pasal 1 ayat 1 KUHP pemohon tidak mungkin dikategorikan pemakai. Kalau ada aturan metilon masuk kategori tidak dapat diberlakukan, karena pasal 28 UUD 45 pemohon enggak bisa atas hukum yang berlaku surut.

- Ditahan juga sebagai tersangka tidak sah, karena enggak memenuhi syarat objektif.

- Hasil tes urine pemohon tidak mengandung. Dari hasil tes urine ditemukan pemohon mengonsumsi zat metilon, tapi itu tidak tercantum. Jadi tidak ada alasan hukum pemohon melakukan tindak pidana dan dikhawatirkan akan ulangi. Termohon juga telah menyita seluruh BB dari rumah pemohon, sehingga enggak perlu dikhawatirkan dia akan hilangkan barang bukti.

- Seluruh tes urine dan darah negatif terhadap narkotik golongan 1 yang terlampir dalam UU.

- Pembantaran secara semena-mena, rehab tanpa ada permintaan keluarga, diri sendiri, atau kuasa hukum. Bertentangan dengan hukum: pecandu yang sudah cukup umur wajib laporkan diri atau dilaporkan keluarganya ke rehabilitasi yang ditunjuk pemerintah. Faktanya, pemohon, orangtua, tidak pernah. Termohon juga belum dapatkan keputusan dari hukum. Tidak tertangkap tangan melakukan tindak pidana.

- RSKO bilang rekreasional. Tapi bertentangan dengan direktur RSKO. Yang perlu dliakukan harusnya biarkan pemohon dapat beraktivitas seperti biasa, sehingga rehab tidak sah, dan tidak miliki dasar hukum, bertentangan pasal 12 ayat 3 dan 4. Pemohon juga sudah menolak, karena dia bukan pecandu narkotika. Apalagi status pecandu berpotensi merusak karier, citra, masa depan, dan nama baik.

0 comments:

Post a Comment